Kasus AP Hasanudin: Pembiaran akan memicu normalisasi kebencian dan pluralisme represif menjadi topik kajian SISI ISLAM kali ini. Dimaksudkan agar siapa saja lebih bijak dalam memanfaatkan media sosial dan lebih mengedepankan toleransi terhadap perbedaan paham Agama.
Pada bulan April 2023 ini, muncul berita yang menghebohkan masyarakat Indonesia terkait dengan ujaran kebencian dan ancaman pembunuhan yang dilontarkan oleh seorang peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), AP Hasanudin kepada warga Muhammadiyah. Hal ini terjadi karena perbedaan penentuan 1 Syawal atau Idul Fitri antara Muhammadiyah dan pemerintah.
Pernyataan Hasanuddin yang disertai ancaman pembunuhan menguatkan dan mendukung pernyataan provokatif dari Professor BRIN Thomas Djamaludin. Thomas sering menyampaikan pendapatnya tentang perbedaan penetapan Hari Raya Idul Fitri, namun terkesan sangat tendensius dan sinikal terhadap ijtihad Muhammadiyah.
Tidak hanya Thomas, pemikir Indonesia yang tinggal di Australia, Nadirsyah Hosen, juga mengeluarkan kritik serupa terhadap warga Muhammadiyah yang memperjuangkan hak beribadah. Kritik yang disampaikan Nadirsyah ini senada dengan pendapat Thomas, yang mempertanyakan keputusan Muhammadiyah dalam penetapan hari raya dan menuduh Muhammadiyah tidak mengikuti ijtihad secara benar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kebebasan menjalankan agama sesuai dengan keyakinan masing-masing adalah hak yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. Setiap warga negara berhak untuk menjalankan keyakinan agamanya tanpa adanya paksaan atau intimidasi dari pihak manapun. Oleh karena itu, tindakan AF Hasanudin yang menghina dan mengancam warga Muhammadiyah karena perbedaan pandangan dalam menjalankan ajaran agama tidak dapat diterima dalam masyarakat yang beradab.
Tindakan AP Hasanudin juga dapat dianggap sebagai tindakan intoleran terhadap sesama warga negara. Intoleransi merupakan perilaku yang merugikan dan dapat memicu terjadinya konflik sosial di masyarakat. Tindakan intoleran terhadap perbedaan keyakinan agama juga dapat memicu terjadinya radikalisme dan ekstremisme yang berbahaya bagi keamanan dan ketertiban masyarakat.
Perbedaan pandangan dalam menjalankan agama seharusnya tidak menjadi hal yang memicu tindakan kebencian dan intoleransi. Sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan toleransi, pihak berwenang harus mengambil tindakan yang tegas dan adil terhadap AP Hasanudin agar tidak terjadi tindakan serupa di masa depan. Masyarakat juga harus menyadari pentingnya menjaga kerukunan dan toleransi dalam keberagaman agar tercipta masyarakat yang harmonis dan damai.
Pembiaran akan memicu normalisasi kebencian dan pluralism represif
Kasus AP Hasanudin peneliti BRIN yang melakukan ujaran kebencian melalui media sosial kepada warga Muhammadiyah turut mendapat komentar dari SETARA Intitute. Menurut Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, perbuatan Hasanuddin telah melanggar hukum karena termasuk dalam tindakan penghasutan, ujaran kebencian, dan menimbulkan kegaduhan. Pernyataan Hasanuddin bukanlah bentuk kebebasan berpendapat dan bukan hak bagi seorang peneliti.
Halili Hasan juga mengungkapkan bahwa cara beberapa pemikir merespons perbedaan Hari Raya menunjukkan penerimaan atas perbedaan dan keberagaman yang sangat rapuh dan kurang berperspektif. Alih-alih menjadi penyebar toleransi atas perbedaan, beberapa pemikir justru melakukan intimidasi terhadap kelompok yang berbeda.
Menurut SETARA Institute, ujaran kebencian, diskriminasi, dan penghasutan dikategorikan sebagai tindak pidana karena bertentangan dengan prinsip-prinsip etis dan kemanusiaan. SETARA Institute telah memperkenalkan istilah “condoning” yang mengacu pada pernyataan pejabat publik yang berpotensi menimbulkan kebencian terhadap kelompok tertentu dan berpotensi menimbulkan kekerasan. Meskipun condoning belum dikategorikan sebagai tindak pidana, secara etis, hal ini merupakan pelanggaran serius.
Oleh karena itu, selain mendorong penghargaan atas kemajemukan, publik juga harus memperjuangkan keberlanjutan kemajemukan itu. Bukan hanya menerima pluralisme sebagai fakta sosio-antropologis bangsa, tetapi juga mempertahankan eksistensi pluralisme itu. Jika tindakan seperti yang dilakukan oleh Andi Pangeran Hasanuddin dibiarkan, maka orang bisa melakukan represi terhadap yang lain atas nama pluralisme.
SETARA Institute mendesak Kapolri untuk merespons peristiwa ini secara cepat dan tepat, termasuk merespons laporan dari beberapa pihak. Pembiaran tindakan seperti yang dilakukan oleh AP Hasanuddin akan mendorong normalisasi kebencian dan normalisasi pluralisme represif.
Pandangan Islam terhadap intoleransi
Intoleransi, atau sikap tidak toleran terhadap perbedaan, adalah sebuah masalah yang menjadi perhatian dalam masyarakat modern. Bagaimanapun, Islam sebagai agama yang menyebarkan kedamaian, mengajarkan toleransi sebagai sebuah nilai penting yang harus dipegang oleh umatnya. Dalam pandangan Islam, intoleransi dianggap sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan.
Islam sebagai agama yang mengajarkan keberagaman dan persatuan, memiliki pandangan yang jelas tentang intoleransi. Islam mengajarkan bahwa semua manusia diciptakan sama di depan Allah, dan setiap individu memiliki hak yang sama. Oleh karena itu, segala bentuk diskriminasi dan perlakuan yang tidak adil terhadap sesama manusia dianggap sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Dalam Islam, toleransi dianggap sebagai suatu prinsip penting yang harus dipegang teguh. Toleransi dalam Islam berarti menghargai perbedaan dan menerima keberagaman sebagai sebuah anugerah dari Allah. Allah menciptakan manusia dengan berbagai macam warna kulit, bahasa, suku, dan agama untuk memperkaya dunia dan memperkaya pengalaman kita sebagai manusia.
Salah satu contoh yang menunjukkan betapa pentingnya nilai toleransi dalam Islam adalah ketika Rasulullah SAW menerima tamu non-Muslim di Masjid Nabawi. Beliau memberikan tempat untuk mereka beribadah, menunjukkan penghargaan terhadap agama dan keyakinan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan umatnya untuk menghargai perbedaan dan menerima keberagaman.
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT juga mengajarkan umatnya untuk berlaku toleran dan berperilaku baik terhadap sesama manusia, terlepas dari agama, suku, atau warna kulit. Surah Al-Hujurat ayat 13 menyatakan, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Intoleransi dalam Islam dianggap sebagai tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama. Islam mengajarkan bahwa toleransi dan penghormatan terhadap perbedaan adalah bagian integral dari pengajaran agama yang harus dipegang teguh oleh umatnya. Oleh karena itu, umat Islam harus selalu berusaha untuk menghargai perbedaan dan mempromosikan keberagaman sebagai suatu anugerah dari Allah SWT.
Dalam rangka mewujudkan nilai toleransi dalam kehidupan sehari-hari, umat Islam harus mempraktikkan nilai-nilai seperti menghormati hak-hak manusia, menjaga persatuan dan perdamaian, serta menolak segala bentuk diskriminasi dan kekerasan. Melalui tindakan-tindakan positif seperti ini, umat Islam dapat menunjukkan kepada dunia bahwa Islam adalah agama yang damai dan mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Dengan demikian, pandangan Islam terhadap intoleransi adalah bahwa intoleransi adalah tindakan yang bertentangan dengan ajaran agama dan umat Islam harus selalu berusaha untuk mempromosikan nilai toleransi dalam kehidupan sehari-hari.
Kasus AP Hasanudin: Pandangan Islam tentang Muslim yang menghalalkan darah sesama muslim
Bagaimana kasus AP Hasanudin yang menghalalkan darah sesama muslim jika dilihat dalam sudut pandang Islam? Islam melihatPandangan Islam sangat tegas dan jelas tentang pentingnya menjaga keselamatan dan keamanan jiwa manusia, terutama bagi sesama muslim. Islam adalah agama perdamaian, yang mengajarkan untuk hidup dengan rasa saling menghormati dan saling membantu. Oleh karena itu, tindakan yang merugikan orang lain dan melukai perasaan mereka dilarang dan diharamkan dalam Islam.
Menghalalkan darah sesama muslim merupakan tindakan yang sangat keji dan tidak sesuai dengan ajaran Islam. Allah SWT dalam Al-Qur’an berfirman:
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya Rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi. (QS. Al-Maidah:32)
Dalam hadis juga disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda: “Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa aku adalah Rasul Allah, kecuali dengan tiga hal: hukuman bagi pembunuh, orang yang berzina yang telah menikah, dan orang yang meninggalkan agamanya dan meninggalkan jamaah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Apakah ijtihad Muhammadiyah soal perbedaan awal Ramadhan atau Syawal bisa dikategorikan keluar dari jamaah (negara)? Tentu saja apa yang dilakukan oleh ormas dengan banyak amal usaha ini tidak masuk kategori tersebut. Muhammadiyah adalah bagian penting dari Indonesia. Ormas ini banyak melakukan hal-hal positif dan memiliki banyak jasa besar bagi Indonesia.
Jadi, dalam Islam, mengambil nyawa orang lain tanpa alasan yang jelas dan benar merupakan tindakan yang sangat dilarang dan diharamkan. Islam mengajarkan untuk menyelesaikan masalah secara damai dan tidak dengan kekerasan.
Jika ada perselisihan atau konflik antara sesama muslim, maka Islam menganjurkan untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan cara yang baik dan damai. Perdamaian dan keselamatan adalah nilai yang sangat penting dalam Islam, dan mengambil tindakan yang merusak nilai tersebut tidak diperbolehkan.
Dalam konteks pandangan Islam tentang muslim yang menghalalkan darah sesama muslim, maka pandangan Islam sangat tegas dan mengecam tindakan tersebut. Hal itu merupakan pelanggaran hukum yang serius dalam Islam dan akan mendapatkan hukuman yang berat di dunia dan akhirat.
Sebagai umat muslim, kita harus menghindari perilaku yang merugikan orang lain, termasuk mengambil nyawa mereka tanpa alasan yang jelas dan benar. Kita harus mengikuti ajaran Islam yang mengajarkan perdamaian, keadilan, dan kasih sayang terhadap sesama manusia.
Jika ada masalah atau perselisihan dengan sesama muslim, maka kita harus menyelesaikan masalah tersebut dengan cara yang baik dan damai, dengan berbicara dan mencari solusi bersama-sama. Kita juga harus menghargai kehidupan manusia dan menempatkan nilai keselamatan jiwa manusia di atas segalanya.
Dengan mengikuti ajaran Islam yang benar, kita dapat membangun masyarakat yang damai, harmonis, dan saling menghormati. Kita dapat hidup dalam lingkungan yang aman dan sejahtera, tanpa harus khawatir tentang ancaman kekerasan atau pengambilan nyawa yang tidak berdasar. Kita harus berusaha untuk menjadi teladan yang baik dalam memperjuangkan perdamaian dan keselamatan, sehingga dapat memberikan manfaat yang besar bagi umat manusia.
Demikian artikel keislaman tentang Kasus AP Hasanudin: Pembiaran akan memicu normalisasi kebencian dan pluralisme represif dari SISI ISLAM. Semoga bermanfaat